Psikologi

Bully: Anak salah, salah anak, anak siapa?

Beberapa hari yang lalu, selepas tarawih kami sedang duduk santai di teras rumah, dikejutkan dengan panggilan salam yang tak biasa. Salam yang terdengar keras, ada emosi kemarahan dan ketergesaan. Rupanya, tetangga kami kedatangan tamu. Anak perempuan kami yang mengintip dari balik pagar, bisa mengenali pemilik suara mengejutkan itu.

Akhirussanah 2018

Rupanya tetangga kami tak kunjung keluar rumah, semakin ribut dan ramai suara di luar, memancing rasa ingin tahu kami. Benarlah, suara itu berasal dari laki-laki dewasa tetangga kami seberang gang. Bukan kunjungan biasa. Ada nada marah dan kesal dalam kata-katanya. Disampingnya, anaknya laki-laki berusia sekitar 4 tahun, menangis tersedu-sedu. Singkat cerita, sang Ayah mengajak anaknya menemui anak laki-laki yang telah membuatnya celaka. Saya melihat, ternyata sang pelaku ada di situ pula. Ia tampak meringis ketakutan. Dihadapkan pada orangtuanya mungkin membuatnya semakin khawatir.

Saya tak sanggup melihat pemandangan itu. Ada rasa kasihan pada kedua anak -anak itu. Mereka sedang menghadapi sidangnya yang semakin membuat mereka khawatir. Bergegas ke dalam dan menunggu kabar dari paksu.

Kisah tersebut mungkin pernah terjadi di sekitar kita. Entah anak kita sebagai korban atau pelaku kekerasan anak lain. Kini sering terdengar cerita kekerasan terjadi pula pada anak-anak usia dini. Pengaruh lingkungan, media yang dilihat, role model, semuanya turut memberi peran terciptanya perilaku kekerasan ini. Kekerasan ini merupakan bagian dari bullying. Anak-anak sebagai pelaku atau korban mereka patut kita lindungi. Mereka sejatinya sama-sama terluka secara psikis.

Lalu, entah anak kita sebagai korban atau pelaku, sebagai orang tua apa yang harus dilakukan?

Orangtua pelaku

  • Pertama kali yang perlu dilakukan. Beristigfar. Siapkan kesabaran. Ikhlaslah menerima siapapun, apapun anak kita
  • Tanyakan dengan penuh kasih sayang tentang kejadian yang dialami pada anak tersayang. Pada anak tertentu, mungkin tidak bisa serta merta memperoleh jawaban.
  • Tetaplah tunjukkan kasih sayang. Ayah bunda memaafkan.
  • Pada anak yang telah masuk usia sekolah, bisa diajak berdiskusi tentang kejadian yang dialami. Tentang moral, cara menghadapi masalah dan menyelesaikan masalah.
  • Dengan keluarga korban, datangi, sampaikan permohonan maaf. Tanyakan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan. Berfokuslah bagi kebaikan anak-anak pelaku dan korban.
  • Terus tanamkan tentang nilai moral, adab dan kasih sayang melalui berbagai media. Seperti, dongeng, buku cerita, dan kisah sehari-hari.

Orangtua Korban

  • Tangani cedera ataupun luka fisik yang dialami anak terlebih dahulu.
  • Dengan penuh kasih sayang, tanyakan kejadian yang dialami anak. Terimalah dengan kepala dingin.
  • Bila dirasa perlu bertemu dengan orangtua pelaku, niatkan untuk kebaikan anak-anak semata. Fokuslah pada penyelesaian masalah yang memberikan pelajaran berharga bagi anak-anak.
  • Ajarkan anak untuk membela diri. Anak juga diajarkan tentang adab, moral dan kisah yang membangkitkan semangat.
  • Bila kemudian hari terjadi trauma pada anak, ayahbunda bersama-sama saling menguatkan. Saya percaya, konselor utama anak adalah orangtua. Namun, bila tidak memungkinkan, bisa mendatangi tenaga ahli dalam bidang ini.

Ayah bunda tersayang, sadarilah…

Bully tidak akan selesai bila mata rantainya tidak diputus oleh kita.

Mari kita mulai dari dalam rumah sendiri untuk memutus rantai tersebut. Sayangi dan peluk sayang untuk orang-orang yang tersayang.

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *