Sulung kami, tahun ini berusia 11 tahun. Anak laki-laki ini yang memberikan kami gelar ayah bunda. Penuh energi dan selalu bersemangat. Saya selalu terpukau dengan binar matanya yang begitu hidup dan menyala-nyala.

Sulungku main
Najmi adalah bintang di hati kami. Inspirasi ayah bunda dan panutan adik-adiknya. Dia sedang dalam masa transformasi dan metamorfosis. Sungguh masa-masa yang berat. Tak terhitung berapa banyak amarah yang harus disimpan dalam diam saat menghadapi tingkah lakunya yang tidak selaras dengan misi keluarga kami. Astagfirullah.
Sayapnya yang mulai terkepak lebar, membawanya mengembara ke tempat-tempat yang lebih jauh dari sarangnya. Bertemu teman baru, melakukan hal baru, melihat yang tak pernah dilihat sebelumnya. Saya masih sering terpukau dengan ceritanya tentang berbagai hal baru yang ditemui. Ia menceritakan dengan ekspresi muka dan gaya yang serius. Dan dibawa pulalah kata-kata baru yang artinya pun tidak diketahuinya. Saya dan suami pun perlu ekstra menyortir mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.
Najmi yang ayah sayang, bunda sayang, kami tahu hatimu seringkali kecewa dan bingung dengan yang dialami. Seringkali pertanyaan yang terlontar, “kenapa yang lain boleh, bunda?” atau “tapi teman-teman kakak banyak yang melakukannya… “. Dan berulang kalipun, kami jelaskan tentang visi misi, tentang cita-citanya dan semua perlu arah dan jalur yang selaras. Jikalau tak selaras, kita tinggalkan karena hanya akan merugikan kita. Tak bosan-bosannya saya mengingatkan, masamu saat ini tidak akan kembali lagi, nak. Manfaatkan untuk memberi sebanyak manfaat pada orang lain.
Pada suatu kala, tingkah lakunya sudah begitu berlebihan, melewati jauh dari nilai-nilai keluarga kami. Dan saat pengulangan peringatan tak lagi diindahkan, ketika hati merasa lelah dengan kekerasan keinginanmu, bunda pun khilaf. Sejurus tampak menang, tapi sesungguhnya hati bundamu terluka, nak. Seperti luka hatimu, kita pun saling terluka. Sungguh setiap kali pujian untukmu bunda selipkan, setiap kala itu pula bundamu diuji.
Anakku sayang, lihatlah adik-adikmu. Mereka penggemarmu nomor wahid. Tak luput satupun laku, gerak dan lisanmu yang tidak mereka ikuti. Seringkali bunda harus bekerja ekstra meluruskan adik-adikmu yang kepalang meniru yang tak sesuai darimu. Entah tak terhitung banyaknya, bunda mengingatkanmu. Dan betapa lelahnya kau menerima peringatan bunda berulang-ulang. Anakku sayang, jikalau langkahmu yang tak lurus masih bisa bunda belokkan, maka takkan bosan bunda melakukannya. Dan bunda hanya berharap, berikanlah yang terbaik darimu, sayang. Maka kaupun akan mudah mendapatkan kebaikan yang berantai dari adik-adikmu.
Nak, amanahmu besar. Sebagai model kebaikan bagi adik-adik dan teman-teman sekitar. Bersabarlah sayang. Bersabarlah, selama niatmu baik maka Alloh akan mudahkan segalanya untukmu.
Dalam kecemasan dan sedih yang mendalam, hampir menyerah dengan sikapmu, bunda sering mengeluh pada ayahmu. Ayahmu selalu menguatkan bunda. Diingatkannya tentang kelembutan hatimu, betapa sejatinya anak sulung kami ini sungguh spesial, maka disiapkan bunda yang sabar dan baik hati. Meleleh hati bunda ini. Seketika, ingin memelukmu meluapkan rasa gelisah dan khawatir menjadi cinta dan sayang. Pesan ayah, jangan biarkan “mereka” mengambilnya, bunda. Kita harus selalu ada bersamanya. Bertahanlah, bunda tahu waktu bunda tak lama. Saat aqil baligh menjemputmu menuju kedewasaan, maka bundamu hanya bisa mengiringi dengan doa penuh sayang. Kembali kutitipkan pada Sang Maha Penjaga, sebaik-baik penjaga agar senantiasa melimpahkan rahmah dan rahim Nya padamu. Menerangi kebeningan hatimu dengan Taufik dan Hidayah Nya.