Pagi itu tampak suram bagi Najmi. Hari pertama sekolah tidak membuatnya bersemangat. Ia membayangkan, kelasnya akan sepi tanpa sahabatnya, Atha. Awal semester kedua ini, Atha harus pindah mengikuti kedua orangtuanya. Walaupun berita ini sudah lama disampaikan bunda, tetap saja Najmi merasa tidak siap menerimanya.
“Kak, nanti kan bisa wa chat sama Atha. Kamu bisa saling bertukar cerita,” bunda memberi semangat.
“Tapi tidak akan sama suasana di kelas, bun…” Najmi lemas.
“Pasti, sayang”, bunda mengelus lembut Najmi. “Tapi bukan berarti kamu tidak sekolah, nak”, ucap bunda lagi
Najmi menyandarkan kepala pada bunda. “Bun, kenapa Atha harus pindah, siy ? “.
“Naj, kamu sudah tahu jawabannya. Atha tidak mungkin tinggal sendiri sementara ayah bundanya pindah”. Bunda masih mencoba menenangkan.
“Suatu saat, kamu akan merasakan bahwa dalam kehidupan ini ada yang datang dan pergi. Silih berganti, seperti pagi berganti malam. Bulan bergiliran dengan matahari”.
“Mungkin kakak pun suatu saat akan pergi meninggalkan teman-teman.”
“Nah, tugas kita mengiringi kepergian orang-orang yang kita cintai dengan melanjutkan kebaikan yang telah dilakukannya”, jelas bunda.
Najmi diam.
“Bunda, atha itu selalu berbagi dengan teman-teman. Aku akan berbagi juga dengan teman-teman”, ada sedikit senyum di bibir Najmi.
Lalu, diambil tasnya. Najmi, siswa kelas 3 ini, siap berangkat sekolah. Kali ini, ia punya misi. Mengenang Atha dengan berbagi.
Teeeeetttt. Bel masuk kelas berbunyi nyaring. Najmi bergegas lari masuk kelas. Matanya berkeliling. Masih teringat bayangan sahabatnya tersenyum di tempat duduk, menyambutnya.
“Atha, aku kangen”, lirih suaranya sambil berjalan menuju bangkunya. Teman-teman riuh menyambutnya, mereka bercerita tentang kegiatannya selama liburan. Najmi pun turut larut dalam suasana kelas.
“Snack Time”, seru bu guru.
“Wow, ini susu kesukaanku!”, seru Najmi.
Tiba-tiba, “Naj, aku minta susumu boleh? Tukar dengan donat ini ya?”, Daffa merajuk.
Najmi galau. Tapi…”ini ambil, Daf”, sambil tersenyum. Najmi ingat misinya hari itu.
Istirahat siang.
Najmi bermain di kebun. Bersama Aan, Ilham, Daffa menaiki titian jembatan. Bergoyang sambil tertawa-tawa.
“Hei, turun!”, tiba-tiba saja suara kak Abdel, siswa kelas 4, memecah senda tawa mereka.
“Apaan siy…”, Ilham cuek.
“Kita cuekin aja, ayo main lagi yuk”, ajak ilham.
“Hei, ngajakin berantem ya?”, kali ini kak anwar sudah disamping Kak Abdel.
“Kita kan sudah disini duluan”, seru Daffa.
“Iya, sabar dong…gantian”, Ilham menimpali.
“Kita bareng-bareng aja, kak”, Najmi mencoba menengahi.
“Gak ada, ayo turunnn!”, Kak Abdel berseru kencang.
Ilham berbisik, “Eh, jangan mau…masa kita kalah sama 2 orang”.
“Iya, cuekin aja yuk”, ajak Aan.
“Kita main yang lain aja lah, kayaknya main benteng lebih seru”, kata Najmi.
“Lawan kelas lain, yuk!”, Najmi meyakinkan teman-temannya.
“Iya, deh. Udah bosen juga, niy”, Daffa menimpali.
Mereka turun.
Najmi tersenyum, ia membayangkan Atha akan melakukan hal yang sama bila ia disini.
Atha selalu mengalah, tapi ia selalu menang. Atha telah memenangkan hati teman-temannya. Dengan kebaikan dan kesediaannya berbagi.
Pulang sekolah.
“Bunda, aku pinjam hp dong. Mau wa Atha”, Najmi bersemangat.
“Ayo, ganti baju dulu, bersihkan badanmu, Naj”, Bunda mengingatkan.
Setelah membersihkan badan, duduk santai di depan televisi. Najmi mulai chat dengan Atha.
“Atha, apakabar?”
“Gimana sekolah barunya?”
Bersahutan, dibalas Atha.
Najmi bercerita tentang hari pertama di sekolah tanpa Atha. Bagaimana dia belajar berbagi dari Atha. Terimakasih, Atha.