Bismillah…
Assalamu’alaikum…
Yuhuuu… Apakabar, bunda? Masih semangat menemani anak-anak, dong? Jangan lupa, temani juga ayahnya anak-anak ya! 💖
Alhamdulillah, sekarang memasuki hari ke#14 saya mengikuti #OdopNovChallenge. Kegiatan yang diadakan Odop khusus bulan November ini, kami ditantang untuk menulis setiap hari tanpa putus selama 30 hari. Wow! Yes, so far sudah 13 hari berlalu. Saya masih bertahan 😀
Anyway, saya mau bercerita apa saja yang saya rasakan setelah mengikuti tantangan ini selama 13 hari, ya.
#1 Ritme tubuh memanggil bila belum menulis.
Setelah sekian hari, saya mulai bisa membentuk rutinitas harian untuk menulis. Saya mulai melakukan penyesuaian dalam jadwal harian pribadi. Alhamdulillah, so far so good.
Saya pilih menulis di malam dan pagi hari. Malam ketika anak-anak telah terlelap, saya menulis kerangka materi, bila perlu mencari referensi bacaan. Dan di pagi hari, saat semua berangkat kerja dan sekolah, para balita tidur kembali, maka saya menuntaskan tulisan. Bisa? Ya so far cukup konsisten melakukannya.
O ya, jangan bayangkan saya menulis sambil duduk manis ditemani teh hangat, ya. Saya menulis sambil menunggu mesin cuci berhenti. Hahaha… Buat saya setiap waktu berharga. Akan lebih efektif bila bisa melakukan multitasking. Selama anak balita tidur, sebanyak mungkin daftar tugas diselesaikan.
#2 Menulis sebagai media terapi
Konon, wanita perlu mengeluarkan 20ribu kata dalam 1 hari. Wow! Terkejutkah? Saya pun. Saya ajarkan lisan ini berkata secukupnya, dan selebihnya biarkan tulisan yang menjadu kata-kata. Kenapa? Karena saya sadar diri, betapa lidah ini tak bertulang. Terkadang, saat syaitan lewat, ucapan pun setajam silet. NO. Tentu saja tak ingin terjadi. Belajar berkata baik dan bermanfaat pun syusah ya. Tapi saya akan terus berusaha. Cayo!
Terus, terapinya dimana?
Saat menulis, terutama yang berisi curahan hati, disitulah saya merasakan ketenangan. Segala gundah gulana, perih menyayat, atupun senang melanglang, bahagia berbunga dapat tercurah dalam tulisan. Saya bisa melihat sendiri ketika ada amarah dalam tulisan saya. Pun demikian, saat ada kembang merekah manis terpampang dalam kata yang terurai. Membaca setiap tulisan saya seperti melihat rangkaian emosi yang menemaninya. Dan semuanya merupakan introspeksi diri. Sedih, senang kan larut menguap seiring waktu. Namun ceritanya akan selalu ada dalam kata.
#3 Menumbuhkan Ide
Nah, ini pasti dirasakan juga banyak orang. Saya merasakan setelah rutin menulis, maka ide-ide pun bermunculan. Mulai dari hal remeh,sifatnya lokal, domestik hingga yang global. Hahaha… Ini masih ditahap imaji, siy. Semoga bisa terealisasi dalam tulisan nanti. Aamiin.
Tapi betul loh, kerasa ga siy. Apapun pengalaman sensori, visual, motorik, bahkan religi yang kita alami, semuanya bisa menjadi bahan tulisan. Nah, saya jadi semangat belajar. Banyak membaca, baca media online, baca buku, baca alam, semuanya deh, jadi berasa sangat haus pengetahuan. Dan saya menyadari, betapa kecilnya diri ini. Kalau bahasa jaman now mah, ibarat remahan rengginang.
#4 Lakukan dengan cara yang baik
Karena saya ingin menulis yang bermanfaat, maka caranya pun harus baik. Tidak dengan kata-kata yang provokatif, bukan sindiran atau yang nyinyir juga ya. Berusaha menampilkan kalimat yang menyejukkan dan menenangkan pembaca. Nah, ini masih belajar lagi deh. Semoga tercapai. Aamiin.
Ada hal lain berkaitan dengan cara yang baik ini, yaitu cara kita menulisnya. Jangan sampai membuat orang lain terganggu. Misalnya, kalau buat saya, waktu menulis tidak mengganggu masa bersama anak, ataupun suami. Maksudnya, bagaimana pun mereka prioritas utama. Kalaupun sangat terpaksa, biasanya saya ijin, minta waktu beberapa saat. Dengan keikhlasan dan ridho mereka, semoga tulisan yang tertuang pun memberikan keberkahan. Aamiin yaa robbal’alamiin.
Apalagi ya? Sementara itu saja. Kalau ada yang mau menambahkan, saya menunggu sharingnya ya😊
Quote : Tulisanku sebagai amal jariyah.
Sampai jumpa di cerita selanjutnya. Salam sayang 💖💖💖