Bismillah.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.24. Rasa lapar mulai menghampiri. Tapi rasanya, saya tidak berminat makan nasi. Ah, masih ada Rombong-Roti Gembong Enyak tadi sore. Ditemani teh jahe yang sudah dingin. Tak apalah, yang penting perut kenyang, tidurpun tenang. Lupakan diet karbo, karena roti ini sayang untuk dibiarkan bila sudah di depan mata.
Tiba-tiba, Nadine (4 tahun, putri ketiga) keluar dari kamar.
“Ba, Na mau makan”, pintanya.
Waduh, saya malas turun ke dapur lagi. Lalu, ia melihat roti yang ada dihadapan saya.
“Roti aja, boleh ya, ba?”, memelas, ia khawatir saya menyuruhnya makan nasi.
“O, ya boleh. Mau yang mana? Keju ya?” jawab saya penuh semangat. Bersyukur tidak harus ke dapur 😀
“Iya, Na kan sukanya keju aja”, sambil mengambil sepotong roti.
Kami berbincang-bincang sambil menikmati lembutnya Rombong. Saya suka rasa cappuccino. Buat saya, rasa kopi dan susunya pas. Tak terasa, sekejap saja rotipun habis. 😅
Nadine masih asik bercerita kesana kemari. Ia menceritakan tentang teman-teman tetehnya yang seakan-akan juga temannya. Saya mendengarkan. Benar-benar menikmati momen langka ini. Jarang sekali bisa hanya berdua dengan Nadine. Terbersit muncul rasa rindu yang saya rasakan. Rindu memeluk Nadine, membicarakan berbagai hal lucu. Tak terasa sekian lama waktu berlalu. Kini nadine memiliki adik. Saya tak bisa bermain hanya berdua dengannya semenjak ada adiknya.
Ya Alloh, betapa tak berartinya waktu yang lalu. Hanya sekejap mata dan takkan terulang.
Malam itu, menjadi “we time” saya dengan Nadine. Saya merindukan saat menggendongnya, memeluk sambil menyusuinya, bermain sepeda, hujan-hujanan. Semuanya berkelebatan, bagai pemutaran film di dalam kepala saya sendiri.
Kami memiliki agenda ‘we time’ tersendiri. Tiap bulan setiap anak digilir bersama ayah atau bunda. Hanya berdua. Acara ini selalu dinantikan anak-anak. Mereka sudah merencanakan kegiatan yang akan dilakukan bersama ayah atau bundanya. Apapun itu, saya dan ayah mereka hanya mengikuti dan memfasilitasi.
Sebenarnya kegiatannya sederhana, bun. Seperti, bersepeda, makan di mall, atau ke taman kota melihat atraksi. Biasanya sekitar 2-3 jam saja. Intinya, kegiatan itu hanya dilakukan berdua saja dengan ayah atau bunda. Bagi kami yang memiliki anggota keluarga 4 orang, meski sederhana namun bermakna.
Setelah sekian waktu berjalan, saya merasakan banyak manfaat dari kegiatan ini. Inilah diantaranya. Cekidot.
🌾Bonding yang semakin erat
Ketika adik lahir, perhatian saya dan ayahnya terhadap kakak pun berkurang. Demikian seterusnya hingga adik-adiknya lahir. Kami tidak menafikan bila ada hal yang hilang. Seiring bergulirnya waktu, Kakak dan teteh pun semakin mandiri. Mereka mulai memiliki banyak teman di sekolah dan di rumah.
Dengan ‘we time’ saya seakan mencoba mengisi waktu yang hilang yang seharusnya menjadi bagian mereka. Terutama, menjalin kembali bonding yang mulai longgar. Bismillah, semoga usaha ini memberikan pengalaman berharga dalam memori anak-anak.
🌾Menanamkan pesan moral dan nilai kehidupan
Selama berjalannya kegiatan ini, relasi diantara saya atau ayah dengan anaknya lebih intim. Tidak ada anak lain yang mengalihkan perhatian.
Nah, inilah momen untuk berbicara hati ke hati. Bila anak sedang bermasalah atau menghadapi suatu tantangan, saya atau ayah dapat memberikan dukungan dan semangat. Saya atau ayah dengan mudah memasukkan nilai-nilai perilaku yang perlu diperbaiki. Sejauh ini, tampaknya merekapun lebih mudah mengingat dan menjalankannya.
🌾Kepercayaan diri pada anak
Terakhir, saya perhatikan setelah ‘we time’, anak -anak tampak lebih percaya diri saat kembali ke sekolah. Seakan kami telah me-recharge energi. Anak lebih ceria, mudah bangun pagi, dan lebih tenang. Kebersamaan sesaat bersama saya atau ayahnya meningkatkan keyakinan anak, bahwa mereka selalu didukung ayah ibunya dan siap menghadapi dunia. Be brave, child!
Demikian cerita saya tentang ‘we time’. Saya menantikan kisah bunda. Selamat bersahabat dengan anak, bunda 💖💖💖
#OdopNovemberChallenge
#TantanganRumlitIpBekasi
#DiariIbuProfesional
#CeritaIbu
#CeritaKeluarga
#CeritaKita