Catatan Ringan Psikologi

Nge-REM Aja, Jangan Nge-GAS

Bismillah.

Assalamu’alaikum… Apakabar, bunda? Pagi ini cerah dan sejuk, setelah kemarin malam hujan deras di sekitar rumah. Alhamdulillah.

Apa rencana hari ini, bun? Mau coba hal baru? Apapun itu, semoga berhasil, semangat!!

Pagi ini saya teringat nasihat seorang teman ketika saya pertama kali bisa jadi supir. Ia berpesan sambil bercanda, agar saya jangan pernah lupa nge-rem. Hahaha…

Waktu itu siy, saya pikir ucapannya tak bermakna apa-apa. Hanya dibalas dengan tawa. Ternyata, seiring berjalannya waktu, jam terbang semakin tinggi, saya menyadari pesan teman saya itu sangatlah penting. Bayangkan, bila kendaraan yang kita kemudikan hanya bisa nge-gas tanpa rem? Gawat, kan? Bahkan, saat kita melakukan pengereman pun perlu hati-hati, penuh pertimbangan dan waspada. Bila tidak, bisa mencelakakan penumpang kendaraan itu sendiri atau kendaraan lain.

Apalagi kalau rem blong (gagal rem), lebih parah lagi, deh. Walaupun menurut KNKT, saat ini sebenarnya tidak ada lagi istilah rem blong. Mobil keluaran sekarang telah dilengkapi master rem yang dapat mencegah rem blong.

Bunda, kalau saya analogikan istilah rem ini dalam kehidupan sehari-hari adalah laksana kontrol. Kemampuan mengontrol ini ternyata lebih sulit, bun. Buat saya demikian. Astaghfirullah. ๐Ÿ˜ญ

Saya punya anak masa pre aqil baligh, beragam tingkat lakunya. Belum lagi dapat kata-kata ‘ajaib’ yang buat telinga saya panas. Selain itu, rasa ingin tahu yang besar dan pertanyaan yang bikin saya merasa di ‘skak mat’.

Sepertinya saya kurang bersyukur. Astaghfirullah. Saya sering lupa kalau banyak kebaikan yang ada dibalik sorot matanya. Bahwa dibalik setiap kata-katanya, ia mencoba mencari jawaban pada ibunya yang fakir ilmu ini. Agar ibunya senantiasa belajar. Tingkah lakunya merupakan upaya menampilkan diri.

Saya harus bersyukur, ketika tak paham akan istilah yang diucapkan temannya, ia tak bertanya pada Om Google. Bayangkan, apa si Om bisa memfilter jawaban yang sesuai dengan nilai-nilai yang kami anut kah? Dan banyak hal lain yang kadang membuat kepala membara bak gunung siap meletus. Bunda pernah merasakannya?

Saya pun sering terpancing emosi, hingga meletuslah gunung eh amarah tersebut. Astaghfirullah. Lalu, menyesal tak cukup seharian. Pelukan yang saya berikan pun tak dapat menghapus sesal di dada.

Saat seperti inilah saya perlu rem yang tepat, pakem dan pas. Tidak menyakiti siapapun. Kontrol terhadap diri sendiri merupakan bagian dari kontrol terhadap orang lain. Iya kan, bun?

Rem juga bermanfaat sekali saat kita aktif di media sosial. Saya pernah berada pada situasi perseteruan panas antar anggota di grup media sosial. Saya heran, terkadang ada saja anggota grup yang melontarkan kata-kata eh tulisan yang rasanya kurang pantas di ucapkan eh dilihat eh dirasakan orang lain. Betapa mudahnya kita menuliskan hal-hal yang tidak baik untuk menyakiti orang lain. Bully membully pun dirasakan di media sosial. Bahkan yang isinya para ibu nan shaliha. Astaghfirullah. Semoga kita segera diberikan hidayah Alloh. Aamiin yaa Alloh.

Sejauh ini cara yang saya gunakan untuk meningkatkan keahlian penge-rem-an ini, diantaranya ini, bun.

๐Ÿšฆingat ada cctv Alloh

Selalu mengingat-ingat akan adanya pengawasan Alloh azza wa jalla dalam setiap kata, perbuatan bahkan di hati. Dan catatan amal yang dibuat oleh Malaikat Rokib dan Atid memiliki akurasi 100%. Tidak bisa dianulir, disabotase apalagi disogok. Mengingat ini semua sangat manjur. Saya pun bisa menge-rem kata dan perilaku yang salah.

Sebagaimana QS. Al Qaaf ayat 18.

ู…ูŽุง ูŠูŽู„ู’ููุธู ู…ูู†ู’ ู‚ูŽูˆู’ู„ู ุฅูู„ู‘ูŽุง ู„ูŽุฏูŽูŠู’ู‡ู ุฑูŽู‚ููŠุจูŒ ุนูŽุชููŠุฏูŒ

Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).

Semoga istiqomah.

๐Ÿšฆberempati

Ini juga penting. Dengan berempati, kita menempatkan diri pada orang lain. Bagaimana kesusahannya, kesedihan dan kekesalannya bila hal yang buruk saya lakukan padanya. Bila itu menyakiti saya maka hal yang sama juga menyakiti orang lain.

Menumbuhkan empati ini perlu diajarkan sejak dini. Agar terbiasa dan dengan mudah kita memahami orang lain.

๐Ÿšฆdiam dan pergi

Ini jurus terakhir saya. Kalau dirasakan sudah tidak mampu menggunakan kedua jurus diatas, saya memilih untuk pergi meninggalkan arena. Saya khawatir gagal rem๐Ÿ˜

Tak peduli apa yang dikatakan orang lain, tapi saya ingin menenangkan diri akibat mengerem mendadak. ๐Ÿ˜€

๐ŸšฆBerwudhu dan berdzikir

Berdzikir sungguh menenangkan hati. Menuntun kita selalu mengingat Alloh dan memohon perlindungan. Dan berwudhu pun dapat meredam amarah. Sebagaimana hadist nabi.

Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu

Bunda, mungkin ini tulisan saya paling banyak kata istigfar. Sesungguhnya saya merasa takut dan berlindung atas kemarahan saya sendiri. Apapun masalah yang dihadapi, kita belajar untuk tenang, lebih baik nge-rem daripada nge-gas aja, ya.

Semoga bermanfaat, bun๐Ÿ˜Š

#OdopNovemberChallenge
#TantanganRumlitIpBekasi
#DiariIbuProfesional
#CeritaIbu
#CeritaKeluarga
#CeritaKita

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *