Catatan Ringan Psikologi

Fenomena Mom Shaming

Bismillah.

Assalamu’alaikum, bunda.

Apakabar? Sejak pagi hari, matahari malu-malu menampakkan sinarnya. Hari ini punya rencana apa, bunda? Semoga lancar dengan kegiatannya, ya.

Jum’at Barokah, bun. Alhamdulillah.

Cerita tentang fenomena mom shaming ini sebenarnya sudah lama saya ingin tulis. Alhamdulillah akhirnya kali ini saya bisa menuliskannya.

Fenomena mom shaming adalah upaya memperlakukan ibu yang dilakukan oleh ibu yang lain. Kita bisa menjumpainya di sekolah, rumah, pusat perbelanjaan. Bahkan di dunia maya sekalipun. Perilaku ini bentuknya bisa memberikan penilaian negatif, sindiran baik berupa kata-kata atau tatapan mata atau apapun yang membuat tidak nyaman.

Di dunia maya pun terjadi mom shaming. Misalnya saja, paling sering kita temui pada para selebriti wanita. Mom shaming dilakukan oleh haters atau ibu lain yang mungkin saja tidak mengenalnya secara pribadi.

“Gendong anak kok, kayak gitu”.

“Kasian anaknya kurus, kayaknya kurang diperhatikan ibunya”.

“Pantesan, dikasih susu formula, siy”.

“Masa makannya mie instan? Gimana mau sehat? “.

Pernah mendengar kalimat-kalimat diatas, bun? Atau pernah mendapat perlakukan yang sama seperti kalimat di atas?

Atau, pernah mengatakan kalimat diatas kepada orang lain? Istighfar. Kalau yang ini, semoga tidak pernah ya.

Saya pernah mengalaminya, bun. Saat itu tidak tahu bila istilahnya mom shaming. Saya hanya merasakan di bully oleh sesama ibu. Respon saya hanya diam, senyum kecil lalu cepat-cepat meninggalkan tempat tersebut.

Dan di dunia maya, kapanpun terjadi perbedaan pengasuhan dapat memicu perseteruan. Misalnya, pro kontra ASI, pro vaksin dan anti vaksin, sampai pilihan melahirkan normal atau SC. Bila ini terjadi, saya memilih untuk pergi dari grup tersebut, bun. Sungguh saya tidak habis pikir sesama ibu bisa saling menjatuhkan.

Pelaku mom shaming tidak hanya dari luar lingkaran keluarga. Bisa juga dilakukan oleh orangtua, mertua, ipar, bahkan suami sendiri. Disinilah perlunya dukungan bagi korban mom shaming.

Bagi saya, perbedaan terjadi hanya karena prioritas dan kebutuhan yang berbeda pada setiap ibu. Bagaimana pun setiap ibu hanya ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Bijaklah menilai sesuatu. Selain itu, bukan tugas kita menghakiminya. Bukankan segala konsekuensi ditanggung sendiri? Konsekuensi materi, capek energi terbuang, dan segala hal yang berkaitan dengannya.

Mari belajar menempatkan diri pada situasi atau masalah orang lain. Inipun sebuah pembelajaran berharga bagi anak-anak agar belajar saling menghargai.

#OdopNovemberChallenge
#TantanganRumlitIpBekasi
#DiariIbuProfesional
#CeritaIbu
#CeritaKeluarga
#CeritaKita

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *