Catatan Ringan

Kolam Ikan

“Byuuurr”, suara benda keras masuk ke dalam air.

“Fatiiiihh”, teriak Najmi.

Sontak Ambu terbangun. Kaget dengan teriakan Najmi. Dengan berjalan tergopoh-gopoh, langsung berlari ke depan. Ambu mencoba mengatasi rasa sakit kepalanya karena kaget. Pusing. Tapi ia harus mengetahui apa yang terjadi di teras rumahnya. Ia khawatir, melongok di jendela.

“Ya Alloh, itu anak di pinggir kolam”, gumam Ambu, gemetar.

Fatih, bayi 1 tahun itu sedang berjongkok di bibir kolam ikan. Pantatnya sudah terangkat, ia sedang melongok ke dalam kolam. Haduh, setiap kali melihat adegan itu, Ambu tak kuasa. Gemetar. Ia selalu mengingatkan Najmi untuk menjaga adiknya tidak mendekati kolam.

“Naj, Fatih ditarik, Naj. Itu udah terlalu ke pinggir”, teriak Ambu mencoba tenang.

Khawatir akan membuat Fatih kaget, dan salah ambil posisi, lalu tercebur ke dalam kolam.

“Ga mau, Ambu”, jawab Najmi.

“Dipaksa aja, bawa masuk sini”, suara Ambu semakin keras.

Lalu, terdengar teriakan Fatih. Benar saja, pasti dia tidak mau masuk ke dalam rumah. Ia meronta digendong kakaknya yang masih berusia 11 tahun itu. Meski perawakannya kecil untuk anak seusianya, namun Najmi cekatan dan lincah. Ia bergegas memboyong Fatih ke dalam rumah.

Ambu menyambut dan langsung menggendong Fatih. Di peluknya lembut, hingga berhenti meronta. Terus di peluk, hingga tenang hatinya dan hati Fatih. Najmi terdiam memperhatikan Ambu dan Fatih.

“Tadi kenapa teriak? “, bunda bertanya pada Najmi setelah suasana tenang.

“Fatih lempar ember ke kolam, Ambu”, jawab Najmi pelan, khawatir Ambu marah.

“Kenapa berteriak? Kan bisa pelan-pelan”, Ambu mengingatkan.

“Ambu kaget banget, kirain Fatih nyebur ke kolam. Ini dadanya masih terasa sakit”.

Najmi terdiam, ia merasa bersalah.

Ah, masalah kolam ini sudah berlarut-larut. Ambu ingin berbicara dengan Abah agar menutup kolam ikan itu. Tapi, rasanya ga tega. Abah senang sekali dengan kolam ikan dan ikan-ikannya.

Kolam ikan di teras rumah tidaklah besar, sisi-sisinya hanya berukuran 1 meter. Di sudut kolam ada air gemericik yang mengalir, memberikan suara kedamaian. Ikan-ikan leluasa berenang kesana kemari karena memiliki kedalaman hampir 2 meter. Menurut Abah, kasian kalau kolam kecil trus dangkal. Ikan tidak bisa bebas bermain.

Karena kedalamannya itulah, beberapa kejadian pernah membuat Ambu berdegup kencang, gemetar penuh khawatir. Kejadian Fatih di pinggir kolam bukan pertama kali.

Saat hujan deras, Ambu pernah mencari-cari Fatih di dalam rumah, tak ada. Setiap kamar dan bawah kasur ditelusuri, tidak ada. Kamar mandi pun kosong. Dimana Fatih? Dipanggil-panggil tak juga menjawab. Ambu mulai gelisah. Ambu tiba-tiba teringat kolam ikan, langsung berlari keluar. Benar saja, Fatih sedang berdiri di bibir kolam bersiap mengambil bola di dalam kolam. Ia tampak kesenangan berada dibawah hujan yang deras. Ambu menahan nafas, secepat yang bisa dilakukan, merangkul Fatih, menarik dari pinggir kolam. Ambu menangis dibawah hujan. Tangis ketakutan yang sekejap menjadi rasa syukur karena Fatih masih di lindungi Alloh Ta’ala.

Sebelumnya, Mayla, anak tengah Ambu pernah masuk ke dalam kolam saat main sepeda di teras. Ia sedang bercanda dengan Najmi dan tiba-tiba terdorong ke belakang, langsung masuk kolam beserta sepedanya. Alhamdulillah air kolam tidak tinggi. Tak ada luka parah, tapi cukup membuat Ambu terhenyak kaget dan langsung menarik Mayla keluar dari kolam.

Kolam yang dalam itu pun sulit untuk dibersihkan. Biasanya Abah meminta tolong Bang Jali, tukang becak di ujung jalan untuk membersihkannya.

Setiap kali Ambu akan berbicara dengan Abah tentang kolam ikannya, rasanya bibir ini kelu. Ambu membayangkan wajah Abah yang selalu sumringah setiap kali memberi makan ikan-ikannya. Dan tak bergeming tentang ucapan beberapa orang yang berkunjung ke rumah tentang kolam ikan yang terlalu dalam dan bisa membahayakan. Aki nini pun telah mengingatkan. Abah tetap pada pendiriannya. Apa Abah mau mengikuti keinginan Ambu? pikir Ambu.

Tapi kejadian sore tadi membuat ambu tak kuasa menahan diri. Ambu berjanji pada diri sendiri akan berbicara dengan Abah. Mungkinkah?

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *