Catatan Ringan Ibu Profesional

Terlarang

Arif termenung di bibir pantai. Sendiri. Ia merasa hampa.

Konon, sunset di pantai ini begitu indah. Namun kali ini, bagi Arif tidak demikian. Semburat keemasan yang tampak anggun itu seakan menusuk-nusuk relung hatinya, meremukkan kepercayaan dirinya perlahan-lahan.

Disini, dua tahun yang lalu, ia dan kekasih hati mengikrarkan janji bersama. Akan setia dalam susah dan senang. Hatinya melambung tinggi. Ia merasa telah menemukan tambatan hatinya.

Sebagai eksekutif muda, Arif merasa karirnya tidak membahagiakannya. Ia cerdas, negosiator ulung dan perencana yang handal. Dan gelar kebanggaan keluarga yang disematkan kedua orangtua tak mampu mengisi kekosongan hidupnya. Ia menenggelamkan hari-harinya dalam lingkaran pekerjaan tak berkesudahan. Hingga ia bertemu kekasih hati.

Hidupnya mulai berubah. Ia merasakan ada gairah dalam setiap langkah kakinya. Bersemangat dalam ritme kerja. Arif merasa tiba-tiba memiliki tujuan hidup. Ya, ia hanya ingin membahagiakan sang kekasih hati. Teman-temannya mulai merasa kehilangan, tapi ia tak peduli.

Arif sudah tunduk pada kekasih hatinya. Ia merasa sang kekasih membawa kebaikan. Ia tinggalkan dunia malam. Kini rajin berolah raga, pergi ke gym secara berkala. Makanannya pun terjaga, tak ada lagi junk food yang masuk ke dalam tubuhnya.

Kedua orangtuanya merasakan perubahan itu. Mereka meminta Arif mengenalkan sang kekasih. Tapi, ia merasa waktunya belum tepat. Entahlah, untuk yang satu ini, Arif tertutup. Ia belum memiliki keberanian untuk membawa sang kekasih ke hadapan orangtuanya. Ia khawatir mereka akan menolaknya lalu menjauhkannya. Tidak! Arif tak ingin jauh dari kekasih hatinya. Ia berharap waktu akan menunjukkan jalan agar ia mendapat restu kedua orangtua.

Cinta buta. Inilah mungkin yang dirasakan Arif. Tapi ia tak peduli. Ia menikmati hujan kasih sayang, pujian, dan belaian sang kekasih. Baginya tak ada yang dapat memahami dirinya sebaik sang kekasih. Bahkan tidak juga kedua orangtuanya.

Ah, keindahan itu seketika berubah menjadi petaka. Ketika sang kekasih menyatakan akan pergi meninggalkannya. Arif menahannya sekuat tenaga, ia berikan semua janji terbaik bagi kekasihnya. Ia kabulkan semua keinginan sang kekasih. Tapi kekasihnya tak berubah. Tak peduli dengan usaha Arif, kekasih hati telah menentukan waktunya.

Sore itu, sepulang dari kantor, Arif menemukan sebuah kartu undangan di meja makan. Undangan berwarna coklat, tertulis nama sang kekasih. Arif lemas, kepalanya pusing. Ia melolong sendirian. Menghempaskan diri dalam gelap, tak tahu apa yang akan dilakukannya.

Hari ini, sang kekasih telah mengikrarkan janji dengan yang lain. Arif memberanikan diri datang ke resepsi. Ia mengharapkan keajaiban. Tapi kekecewaan yang ditemuinya. Kekasihnya tampak gagah dan rupawan, bersanding di pelaminan bersama seorang gadis muda berbalut kerudung cantik.

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *