Mira, gadis 19 tahun, terpaku di depan cermin. Dipandang wajahnya lekat-lekat.
Sudah mulai terlihat perubahannya.
Aku semakin mendekati tujuan.
Mira tersenyum.
Tiba-tiba ia dikagetkan suara teriakan Mas Yono, tukang sayur langganan Maminya.
“Yur… Sayuuur… Saaayuuur, buuu”.
Mira berlari, mencari mami.
“Mamiii, ada mas Yono”, Mira mencari mami.
“Tolong kamu aja yang temuin, Mir. Mami masih di kamar mandi. Tinggal ambil aja, kok”, jawab mami dari balik kamar mandi.
Ya, sudahlah. Mira bergegas keluar rumah.
“Eh, neng Mira, kemana aja, neng?”, tanya Mas Yono.
“Ada ko, mas”.
“Kalau tiap hari yang nemuin neng Mira, mas jadi semangat ni”, goda Mas Yono.
Mira bersemu merah.
“Ini, neng. Jengkol 1 kilo pesenan mami, ya”, Mas Yono menyerahkan bungkusan plastik merah.
“Makasi, mas. Besok pesan lagi ya, 2 kilo”, ucap Mira, bergegas ke dalam rumah.
“Okeh, neng. Besok ketemu neng Mira lagi ya?”, Mas Yono masih menggoda.
Mira hanya melambaikan tangan sambil berlalu.
Disimpannya, bungkusan jengkol itu di dapur. Lalu bergegas menuju kamarnya.
Eits, ada mami.
“Mau dibikin apa ni, Mir?”, tanya mami.
“Apa aja, mi. Pasti Mira makan”, jawabnya.
“Eh, kamu ga salah niy, tiap hari makan jengkol? Apa ga sakit? Udah seminggu loh, Mir”, mami khawatir.
“Ga papa, mi. Tenang aja”, Mira menenangkan.
“Apa kamu ga terganggu? Teman-teman kamu? “.
“Ga, mi”, jawab Mira datar.
“Emang kamu ada apa, siy? Tiba-tiba makan jengkol terus? “, tanya mami penuh selidik.
“Udah, mami tenang aja. Tadi Mira pesan lagi ya, 2 kilo”, kata Mira sambil berlalu.
“Ya Ampuunn, segitu banyak, Mir. Mau diapain?”, Mami kaget.
Mira tak menjawab. Ia meninggalkan mami, masuk ke kamar, menemui cerminnya.

Dipandangi wajahnya.
Sebentar lagi.
Mas Yono aja udah terkagum-kagum. Laki-laki lain akan segera menyusul, mengagumi kecantikanku.
Aku sudah menambah porsinya, agar prosesnya lebih cepat. Jengkol itu benar-benar bertuah. Aku beruntung.
Lalu, ingatan Mira melayang pada kejadian sekitar sepekan yang lalu. Tanpa sengaja ia mencuri dengar pembicaraan Tina dan gengnya. Tina gadis tercantik di kampusnya sedang membeberkan rahasia kecantikannya. Ternyata, ia rajin makan jengkol. Mira tak percaya, ia mendengarkan dengan seksama dan diam-diam, berpura-pura membaca buku.
Wow, Mira pikir ini hanya mitos. Tapi ternyata ini fakta. Bukti nyata ada pada Tina. Siapa yang tak mengenalnya, Tina begitu cantik, kulitnya putih, matanya indah, pipinya selalu bersemu merah, senyumnya menawan. Tina adalah gambaran ideal seorang wanita. Pujaan para lelaki di kampusnya.
Mira ingin seperti Tina. Dikagumi banyak pria. Tak seperti saat ini. Ia tak pernah merasakan apa itu pacaran. Tak ada laki-laki yang ingin mendekatinya. Terkadang malah memandangnya penuh jijik dan kasihan. Ah, Kini Mira akan menghapus semua itu. Ia akan menjadi seperti Tina. Sebentar lagi, semua orang akan mengaguminya.
Mira pun mengikuti jejak Tina, mengkonsumsi jengkol. Sudah sepekan ia makan jengkol tiap hari. Mami hanya bisa menuruti kemauan anak semata wayangnya.
Mira menatap tajam pada cermin.
Cermin, kau lihat kan, aku sekarang berubah.
Kini mulai menampakkan kecantikan. Tahukah kau, sekarang kau pasti terpana melihatku.
Tenang, kau selalu menjadi yang pertama melihat perubahanku.
Cermin, kau percaya padaku kan?
Seketika, cermin tampak buram, kabur. Mira tak melihat apapun. Ia berdiri, mendongak mendekati cermin. Wajahnya di dekatkan ke arah cermin.
Ah, Mira kaget. Tiba-tiba saja muncul sesosok wajah. Wajah mengerikan yang dikenalnya. Wajah dengan dahi lebar, hidung pesek dan pipi bertabur jerawat seperti beras yang berserakan. Gigi kelinci nampak dibalik bibirnya yang tebal. Mira benci wajah itu. Tapi wajah itu tersenyum padanya, tulus. Tidaakkk, aku benci. Dipukul wajah itu dengan keras. Pecahlah cermin itu. Mira melihat pantulan wajah buruk di pecahan cermin. Ia membisu.
Sesungguhnya Alloh tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Alloh melihat kepada hati dan amal kalian.
(HR.Muslim)