Pagi hari di rumah Syifa.
“Syifaa, ayo sarapan. Nanti kesiangan”, Suara ummi memanggil dari ruang makan.
Syifa bergegas mengambil tas sekolahnya, menemui ummi di meja makan. Eits, sudah ada kak Salman rupanya.
“Kakak, tumben sudah disini, biasanya masih baca komik”, ledek Syifa.
Kak Salman hanya senyum-senyum.
Syifa duduk di samping kak Salman. Lalu menyantap sarapan sehat ala ummi. Sedaaap.
Ummi duduk di hadapan Syifa, mengahabiskan sisa suapan terakhirnya.
“Syifa, tadi rambutnya sudah dirapikan belum? “, tanya ummi.
“Hehehe… Kan ga keliatan ini, ummi. Nih, dikebelakangin juga rapi”, Syifa menarik rambutnya ke belakang.
“Walaupun pakai hijab, bukan berarti kita tidak menjaga anggota tubuh yang tertutup, ya sayang. Tetap dijaga kebersihan dan kerapihannya”, Ummi menjelaskan.
“Siap, umi”, Syifa nyengir.
“Sudah siap? Ayo, berangkat! “, tiba-tiba saja suara abi nongol di ruang makan, mengagetkan kami.
“Abi ga sarapan dulu? “, tanya Kak Salman.
“Abi sarapan di kantor, ada rapat penting pagi ini. Harus tiba lebih awal. Ayok! “, ajak Abi pada kak Salman dan Syifa.
Kak Salman dan Syifa langsung merapikan piring bekas makan dan membawa peralatan sekolah keluar rumah.
“Tunggu duluuu, aku lupa jilbabku masih di kamar”, teriak Syifa, langsung berlari ke kamar, memakai jilbabnya seadanya.
Mereka pun meluncur menuju sekolah Kak Salman dan Syifa, lalu abi langsung ke kantor. Tinggallah ummi sendiri di rumah.
Kak Salman kelas 6 dan Syifa kelas 4, mereka di sekolah dasar yang sama. Berangkat sekolah bersama abi karena searah dengan kantor abi. Pulang sekolah sore, dijemput ummi.
Biasanya pulang sekolah menjelang sholat ashar. Mereka sholat di rumah, lalu bermain di luar rumah. Ummi mengijinkan bermain hingga pukul 17.00.
Demikian pula sore itu.
“Syiifaa”, suara di luar mengagetkan syifa.
Lala teman main Syifa sudah berdiri di samping sepedanya. Mereka biasa bermain di lapangan samping masjid.
“Aku main sama Lala, ummi”, teriak Syifa.
“Pakai hijabmu, Syifa”,ummi mengingatkan.
Terlambat, syifa sudah keluar rumah. Meski mendengar perintah ummi, Syifa malas masuk ke dalam rumah lagi. Ia tak peduli.
Tak berapa lama, mereka telah melesat pergi menuju lapangan samping masjid. Rupanya sudah ada Rini dan Karin sedang bermain masak-masakan.
Asik. Syifa senang sekali bisa main bersama teman-temannya. Sayangnya, ditengah asyik bermain, mereka diganggu oleh kehadiran Saipul, Rona dan Adit. Entah mengapa, Syifa tak tahu asal mulanya mereka mengganggu. Bahkan Syifa merasa ia yang paling disakiti. Mereka melempar ranting dan sisa gelas minuman ke arah kepalanya.
Syifa dan teman-teman berteriak-teriak agar mereka berhenti melembar berbagai hal. Tapi tak juga berhenti, akhirnya syifa berinisiatif untuk mengambil sepeda, mengejar Saipul, Rona dan Adit. Mereka lari berhamburan menuju rumah masing-masing.
Syifa kembali menemui teman-temannya. Rini menangis tersedu sementara Lala mengoceh terus penuh amarah. Karin hanya terdiam, merapikan mainan, tapi matanya merah.
Syifa mengusulkan mereka menemui orangtua Saipul, Rona dan Adit untuk menceritakan kejadian tadi. Hanya Lala yang setuju, Karin dan Rini memilih pulang ke rumah.
Syifa dan Lala pun menuju rumah Adit. Tak ada kedua orangtuanya, hanya nenek Adit yang ada di rumah. Sementara Adit mengintip dari balik jendela, nenek adik berulang kali minta maaf pada Syifa dan Lala.
Di rumah Saipul, mereka bertemu ibunya. Ibu Saipul memaksanya meminta maaf pada Syifa dan Lala. Terakhir, ke rumah Rona. Di sana ada mama Rona yang juga minta maaf pada Rona dan memarahi Rona saat itu juga.
Syifa dan Lala merasa persoalan antara Saipul, Rona dan Adit selesai. Syifa dan Lala memaafkan mereka. Pulang ke rumah dengan hati yang ringan. Hampir menjelang magrib, Syifa baru sampai rumah. Ummi sudah menantinya di pintu pagar. Ummi tampak cemas.
Belum juga ummi bertanya, Syifa sudah merasa bersalah.
“Maafkan syifa, ummi. Tadi ada urusan penting sekali. Nanti Syifa cerita ya”, Syifa merajuk.
“Urusan penting apa, Syifa”, tanya ummi.
“Nanti ya, mi. Sekarang syifa mau mandi trus ke masjid, keburu adzan, ya mi”, langsung melesat ke dalam rumah. Belum ummi menjawab, Syifa langsung masuk ke dalam rumah.
***
Sore hari berikutnya. Ummi sedang me time sambil membaca buku ditemani secangkir teh panas. Ummi dikagetkan suara Lala di luar rumah yang mengajak Syifa bermain.
“Syifa, ada Lala manggil di luar, tuh”, Ummi memanggil Syifa.
Syifa keluar kamar, kusut.
“Iyya, ummi”, sambil keluar rumah.
“Syifa, pake hijabmu”, suara ummi tegas.
Lagi-lagi, Syifa cuek, langsung keluar menemui Lala.
Tak berapa lama, masuk lagi. Syifa duduk disamping ummi yang asyik melanjutkan bacaannya.
“Loh, ga jadi main? “, tanya Ummi.
“Ga ah, Syifa malas”, jawab Syifa sambil menggelayut di pundak Ummi.
“Eh, tumben. Ada apa, niy? “, selidik ummi sambil meletakkan buku bacaannya di meja.
“mmm… Ummi tapi jangan marah ya?”, pinta Syifa.
“Kenapa Ummi marah?”, ummi balik bertanya.
“Ah, ummi. Pokoknya jangan marah ya”, Syifa merajuk.
“Iyya, cerita aja, belum.. “, ummi tersenyum.
“Mi… “.
“Iyya…”
“Kemarin Syifa berantem… “, Syifa memainkan tangan ummi.
“Berantem sama anak laki-laki, mi… “, lalu meluncurlah cerita kejadian kemarin sore.
Syifa ceritakan juga, ia dan Lala mendatangi satu persatu rumah teman yang mengganggunya.
“Ummi ga marah kan?”, tanya Syifa ragu sambil memandangi wajah ummi tersayang.
Ummi mengusap kepala Syifa.
“Ummi ga marah, sayang”.
“Tindakan syifa sudah benar, mendatangi orangtua mereka. Syifa pemberani, tidak takut dimarahi orangtua mereka? “, tanya ummi tenang.
“Syifa kan ga salah, mi… “.
“Iyya, sayang”, ummi menepuk pundak Syifa lembut.
“Syifa tahu, kenapa mereka bersikap kasar begitu?”, tanya Ummi.
“Ga tau, mi. Mereka emang sering meledek Syifa. Tapi syifa cuekin. Kesel siy, tapi masa syifa berantem sama anak cowo”, jelas Syifa.
“Pernah, mi. Pas habis sholat magrib, mereka ngata–ngatain Syifa terus. Berisik banget. Trus, kak Salman mendatangi mereka”.
“Sama kakak dibilangin, GA BOLEH MENGHINA SYIFA”, Syifa bergaya dengan suara berat.
Ummi tertawa.
“Wah, kak Salman kereen”, puji ummi.
“Walau kadang nyebelin, tapi kak Salman ternyata pembela Syifa ya, mi”, Syifa tersenyum malu.
“Bagaimanapun, kalian kakak beradik, harus saling menyayangi, saling menolong, ya”, pesan Ummi.
“Iyya, ummi”, Syifa memeluk ummi.
Ummi memeluk Syifa dan mengusap lembut kepala putri kecilnya itu. Dan berdoa semoga Alloh Ta’ala senantiasa melindungi anak-anaknya.
“Eh, kalau ummi boleh tau, emangnya anak-anak itu ngeledekin kamu apa?”, selidik Ummi.
“Mereka manggil Syifa RAMBUT SINGA, miii”, jawab Syifa.
Ups. Ummi menahan tawa.
“Nah, makanya kamu harus merapikan rambutmu, Syifa”, Ummi tersenyum.
“Dan yang penting, kalau keluar rumah, pakai hijabmu ya, sayang”, Ummi kembali mengusap kepala Syifa.
Syifa mengangguk setuju.
“Iyya, ummi betul selama ini”,ucap Syifa.
“Alloh Ta’ala memerintahkan kita dengan hikmah. Pasti selalu ada kebaikan ya, sayangku Syifa”, jelas Ummi.
“Ummi…sekarang syifa tidak akan lupa dengan hijab. Ummi jangan bosan ingatkan Syifa ya.. “, Syifa memeluk erat Ummi.