Pagi itu, Anwar bersiap memasuki kedai kopi. Sore nanti ia sudah kembali ke Jakarta. Belum sempat duduk, tiba tiba saja.
“Air, air, air….”
Orang-orang berlarian, tak tentu arah. Panik, berhamburan.
Anwar melihat air tinggi menyapu bangunan di hadapannya. Ia berlari kencang. Tak tahu arah tujuannya. Ah, ia mulai merasa berat, air membasahi kaki, naik terus hingga tubuhnya terapung terbawa air bah yang deras.
Tiba-tiba sebuah tangan mungil menariknya dengan kuat. Terus membawanya mengikuti arus, dan ia pun berada di dalam masjid. Badannya basah kuyup. Ia selamat.
“Demikianlah cerita bapak setiapkali ditanya alasannya memilih namaku, Tsunami”.
Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan.