Event Konferensi Ibu Pembaharu sudah saya gadang-gadang sejak berbulan yang lalu. Saya teringat 2 tahun lalu ketika menghadiri Konferensi Ibu Profesional di Yogyakarta, semangat dan keseruan bersama para ibu yang memiliki rasa yang sama memantik keberanian untuk berubah, bergerak.
Sejak itu, terpatri dalam hati semangat berbagi, memupuk keberanian menebar kebahagiaan dan menapaki jalan perubahan diri dengan penuh optimisme. Perasaan ini pun saya rasakan kembali setelah mengikuti sepekan kegiatan Konferensi Ibu Pembaharu. Meski dilakukan secara daring, tidak mengurangi semangat untuk menyimak materi-materi yang disampaikan. Masyaa Allah semua pembicaranya menginspirasi dan memiliki kekhasan masing-masing. Saya bisa turut menggebu saat pemateri berbicara dengan menggebu, dan saya bisa terbawa perasaan haru ketika pembicara berbicara hal yang memilukan.
Hari ini, H+2 event Konferensi Ibu Pembaharu saya mengundang beberapa Ibu yang tinggal dekat rumah untuk berkumpul dan belajar bersama. Saya ingin berbagi cerita tentang rasa menjadi seorang perempuan, seorang istri dan seorang Ibu. Rasanya membuncah-buncah ingin berbagi kebahagiaan, berbagi rasa senangnya belajar, berbagi bahagia telah memilih peran sebagai ibu rumah tangga. Pada waktu yang ditentukan, 2 orang Ibu datang. Masyaa Allah, saya senang sekali. Sejak awal memang nothing too lose, berapapun yang datang, saya akan bermain bersama mereka.
Ternyata saya terkejut ketika mendapat info bila Ibu-ibu yang lain tidak datang karena merasa minder bertemu ibu-ibu dari Ibu Profesional. Ini sangat mengejutkan bagi saja. Padahal saya mengundang mereka bukan atas nama IP, tapi atas nama pribadi. Tampaknya IP telah menjadi bagian yang melekat dalam diri. Ini di luar dugaan. Di sisi lain, rasa minder itu yang membuat saya sedih. Tidak sepatutnya ada rasa itu. Apalagi minder dan mengalahkan keinginan belajar.
