Bismillah, mari kita buka 2022 dengan bertanya, ilmu apa yang ingin kamu kuasai di tahun in? SAya ingin memperdalam pengetahuan psikologi islam. Ilmu ini sangat saya butuhkan dalam menjalankan peran sebagai perempuan, ibu, dan istri. Pada dasarnya, psikologi bukanlah hal yang baru bagi saya. Lulus dari fakultas psikologi dan melanjutkan kuliah profesi psikolog sudah saya jalani. Alhamdulillah.
Selama ini, apa yang saya peroleh dari perkuliahan sangatlah membantu dalam memahami diri sendiri selama berperan sebagai ibu ataupun istri. Ternyata, semakin hari saya terlibat di dalamnya, saya semakin paham jika saya sangat jauh dari memiliki kemampuan psikologi. Ilmu psikologi berkembang begitu pesat. Dan luasnya ilmu ini barulah dirasakan saat kita tak terkagum dengan apa yang dilakukan banyak ahli dalam mendalami psikologi ini.
Psikologi islam? Wacana ini pernah menyeruak saat masa perkuliahan dulu, Beberapa teori psikologi yang membuat saya mengernyitkan dahi karena berlawanan dengan pemahaman agama Islam. Islam sebagai bendera dan pijakan saya dalam berpikir, berperilaku merupakan agama yang komprehensif. Islam yang mengajarkan umatnya sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Islam yang memfasilitasi umatnya dengan Al Qur’an dan Hadist memberikan panduan sejak manusia belum diciptakan, dimatikan dan dihidupkan kembali nanti. Masyaa Allah. Dan saya masih jauh dalam memahami psikologi dalam Islam. Keyakinan saya, seharusnya psikologi dan Islam selaras karena ilmu ini diciptakan Allah Ta’ala untuk umatnya.
Refleksi
Alhamdulillah, 2021 mengajarkan banyak hal pada saya. Masa 365 hari adalah waktu yang singkat dalam hitungan angka, namun waktu yang panjang dalam menelaah kehidupan. Masa pandemi yang masih berlangsung di 2021 merupakan adaptasi dalam menjalankan kehidupan selanjutnya. Berdamai dan berinovasi diri untuk bertahan secara fisik dan psikis adalah tema utama yang mewarnai kehidupan saya bersama keluarga.
Bagaimana tidak, keadaaan fisik dan psikis kami diuji selama pandemi berlangsung. Gelayut kekhawatiran, cemas dan tekanan yang terkadang kami hadapi silih berganti. Terutama ketika orang-orang terdekat seperti papa, mama, adik-adik, keluarga mertua, silih berganti terserang covid 19. Keikhlasan dan kesabaran kami diuji. Saya belajar melakukan manajemen hati dan pikiran, menatanya sebaik mungkin agar anak-anak bisa berempati dan peduli, di satu sisi mengajarkan mereka untuk waspada.
Sebagai pribadi, saya mengapresiasi kemampuan saya melakukan manajemen tim. Meski jauh dari sempurna. Tapi yang saya lakukan sudah jauh dari harapan saya di awal. Semuanya atas ijin Allah Ta’ala semata. Tanpa pertolongan dan hidayah-Nya, saya tiada artinya. Pembelajaran dalam manajemen tim ini dapat saya terapkan dalam membangun tim keluarga. Masyaa Allah merekalah tim terbaik saya, mereka pendukung, pengkritik dan penolong saya. Hahaha. Family is everything.
Introspeksi
Melakukan introspeksi adalah sebuah keharusan bagi setiap individu. Introspeksi menjadi langkah awal dalam menetapkan sebuah rencana dan juga evaluasi atas sebuah kegiatan. Kegiatan ini semestinya merupakan kegiatan rutin sehari-hari agar kita menjadi pribadi yang lebih baik esok hari. Sebuah pernyataan yang kerap saya dengar,
Hisablah dirimu sebelum Allah menghisab mu
Saya pribadi masih sering lupa dalam melakukan introspeksi harian. Acapkali rasa lelah dan tak peduli melupakan kegiatan ini. Dan di momen ini, bisa merupakan masa yang baik untuk melakukan introspeksi. Apa yang saya hisab selama berapa tahun ke belakang ini?
Sebagai Ibu, saya perlu makin mendekat dengan anak-anak. Anak sulung dan kedua saaat ini menjelang akil balig. Memperbanyak aktivitas, bermain dan mengobrol bersama mereka memerlukan kreativitas. Mereka tak lagi di masa senang bermain seperti kedua adiknya, bahasan obrolannya pun berbeda. Saya perlu menyelami para native digital ini lebih dalam. Terus terang, saya rindu bercengkrama bersama mereka, rindu masa memeluk dan tertawa bersama. Ahh, tak boleh disia-siakan masa kini.
Dan dengan kedua anak yang baru saja masuk sekolah, dan yang satunya masih balita. Masyaa Allah, saya perlu menarik napas panjang dulu. Mereka berada pada golden age, dimana saya dan suami mulai menua, mulai kelelahan secara fisik. Saya sadari, tak banyak waktu bermain bersama mereka. Seringkali mereka pun harus mengalah bila perhatian saya teralihkan pada yang lainnya. Ya Allah, lindungilah kami. Atas pertolongan-Mu dan hidayah-Mu tetapkan kami senantiasa di jalan-Mu.
Anak-anak saya yang notabene para native digital perlu ditemani dengan bijaksana. Semoga Allah mampukan saya menjadi Ibu yang baik bagi mereka.
Langkah awal yang saya lakukan adalah dengan menerbitkan channel podcast dengan tema kegiatan keluarga kami. Dengan ini, saya memiliki legacy kebersamaan bersama mereka. Insyaa Allah. Kunjugi di podcast Keluarga Embun, ya!
Dan yang terakhir, sebagai istri. Membersamai paksu selama 14 tahun bukanlah waktu yang singkat. Dan saya masih berproses untuk menjadi istri yang salihah. Seiring pengetahuan, dan kesabaran paksu, saya merasakan bila kini saya telah menjadi pribadi yang lebih baik. Terbuka dan lebih legawa dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Sesungguhnya rida Ilahi satu-satunya tujuan saya. Tak ada yang sempurna, saya sebagai istri ataupun paksu sebagai suami. Atas ijin Allah Ta’ala kami dipertemukan sebagai suami istri, maka tugas saya berproses menjalankan peran, tugas dan kewajiban dengan sebaik mungkin. Masyaa Allah, kami pernah berada dalam masa menguras air mata, pernah juga berada dalam masa penuh tawa. Allah Ta’ala mengijinkan kami menikmati semuanya.
Sebagai perempuan, saya merasa masih belum mampu membantu perempuan lain. Selayaknya perempuan hebat adalah perempuan yang mampu menghebatkan perempuan lain. Ini PR terbesar saya. Menata hati tetap ikhlas dan berdaya seperti dua kutub yang berlawanan. Tapi nyatanya ini bisa beriringan. Bismillah, insyaa Allah.
Kolaborasi
Usai menyimak pemaparan para nara sumber KIP, saya merasa ada sebuah getaran sekaligus kegelisahan dalam diri. Gelisah menatap wajah perempuan di sekitar tempat tinggal saya. Bergetar karena ada rasa ingin berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan.
Butuh orang sekampung untuk membesarkan seorang anak
Pepatah ini menjadi landasan kegelisahan saya. Perkembangan anak-anak dan pergaulan mereka dengan teman-temannya menjadi perhatian terbesar saya. Saya sadar, tidak bisa berjalan sendiri. Saya memerlukan dukungan, saya memerlukan teman seperjalanan tentu saja selain keluarga saya sendiri. Akhirnya, perlahan saya menata diri, memulai pembicaraan dan berdiskusi. Kegiatan pertama adalah mengumpulkan masalah, membuat bank masalah dari teman-teman dekat di sekitar rumah. Saya memulainya dengan pertemuan sepekan sekali. Bismillah, sudah berjalan 2 pekan. Masih jauh perjalanan. Sejauh ini, animo nya pun terbatas, dan saya perlu kepercayaan diri untuk mengepakkan sayap lebih lebar. Dengan ijin Allah semuanya akan dimudahkan. Yang perlu saya jaga adalah keikhlasan.
Tahun 2022 pastinya akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Saya perlu memastikan bila diri ini berjalan pada jalan yang diridai-Nya. Insyaa Allah. Aamiin.
Kamu berminat berkolaborasi bersama? Yuk, kabari di sini ya!